Disebuah desa kecil di dalam kota surabaya,tepatnya
di pinggitan kota surabaya terdapat sebuah kampung yang diberi nama kampung
pejuang.Kampung itu populasi tidak sampai 50 kepala keluarga,akan tetapi
kampung itu menjadi tempat yang cukup nyaman bagi kakek bedjo untuk
menghabiskan masa tuanya yang hidup sebatangkara dan hanya ditemani beberapa
ayam ternak yang selain sebagai mata pencahrian kakek bedjo untuk kebutuhan
hidup sehari-hari juga sebagai pelipur lara.Rumah kekek bedjo yang kecil dan
hanya terbuat dari bilik bambu,itupun ada beberapa bilik yang sudah rusak
dimmakan usia.Atapnya terbuat dari jerami,itpun sudah saatnya mengganti dengan
yang baru karena akan memasuki musim penghujan dan ada beberapa bagian dari
atap yang sudah mulai merapuh.Akan teapi dengan kemandiriannya kakek bedjo
hanya menembel lubang-lubang itu sendiri tanpa merepotkan orang lain,walaupun
banyak tetangga yang menawarkan bantuan kepadanya.Kakek bedjo yang dulunya
adalah seorang pejuang kemerdekaan memng memiliki sifat tegas dan mandiri dan
kukuh pada pendiriannya,walaupun kakek bedjo seorang pejuang kemerdekaan akan
tetapi banyak dari tetangga kakek bedjo tidak mengetahui kalau dia adalah
veteran pejuang kemerdekaan bahkan saksi yang masih hidup dan melihat dengan
kepalanya sendiri bagaimana perjuangan arek-arek suroboyo pada waktu para
pemuda merobek warna biru pada bendera belanda di hotel yamato sehingga menjadi
bendera merah putih yang berkibar,atau bahkan lentangan suara bung tomo saat
mengobarkan semangat arek-arek suroboyo untuk mengusir para penjajah yang
sampai sekarang masih teringang di telinganya,tapi kakek bedjo tidak mau
penduduk di kampung pejuang tahu bahwa dirinya adalah veteran kemerdekaan
karena dia lebih suka kalu orang-orang mengenalnya sebagi orang biasa,seorang
peternak ayam kecil-kecilan atau sebagai penduduk indonesia yang sangat cinta
akan tanah airnya yaitu Indonesia,dan bukan sebagai pejuang yang harus meminta
tunjangan kepada pemerintah.Dia lebih bahagia tinggal di gubuk tuanya.
Pagi itu kakek bedjo memberi makan ayam-ayamnya di
belakang tiba-tiba lonceng yang tergantung di pintu bilik bambunya
berbunyi.Kakek bedjo langsung berjalan dengan tergesah-gesah karena tidak
biasanya ada tamu pagi-pagi seperti ini.Kakek kemudian membuka pintu itu secara perlahan,tiba-tiba kakek setengah
terkejut melihat seorang laki-laki memakai pakaian dinas dan menjinjing tas
hitam yang berisi lembaran kertas yang terlihat dari resleting tas yang menutup
kurang sempurna.Laki-laki itu sebenarnya tak asing bagi kakek bedjo karena
mereka sering mengikuti pengajian rutin bersama,ia adalah lurang kampung
pejuang yang ingin mendata kakek bedjo untuk memudahkan pada saat pengurusan
E-KTP.Mendengar apa yang diucapkan olek lurah itu kakek sejenak terpaku,karena
baru kali ini ia didata padahal sudah lama sekali ia menginginkan untuk dapat
mempunyai KTP,akan tetapi selau dipersulit dan dipersulit.Di usianya yang
hampir 80 tahun itu ia tidak menginkan apa-apa,hanya satu keinginannya yaitu
diakui sebagai penduduk Indonesia yang syah dengan memiliki KTP.Setelah
beberapa deti berdiri kakek bedjo tersadar dan akhirnya menyuruh pak lurah
masuk dan tanpa berbasa-basi pak lurah langsung menanyai kakek bedjo dengan
beberapa pertanyaan sambil mengeluarka beberapa lembar kertas yang kakek lihat
tadi.setelah beberapa menit akhirnya pak lurah pulang sambil membawa membawa
data-data yang sudah di isinya.Kakek dengan ringanya melanjutkan pekerjaannya
yang sempat tertunda.tidak tersa hari begitu cepat berganti dan seketika itulah
gubuk tua itu menjadi remang karena hanya diterangi oleh lampu minyak yang
dibuat oleh kakek dari sisa kaleng bekas rokok.Tiap detik,menit hingga jam
kakek lewati dengan duduk-duduk di depan gubuk dengan ditemani secangkir kopi
panas dengan terhiburkan oleh orang yang lalu lalang di depan gubuknya dan
sesekali matanya menelaah langit yang malam itu terlihat sangat indah.Banyak
bintang yang seperti beradu terang,ditambah sinar bulan yang sedikit
mengingatkan kakek bedjo pada saat bergerilya dulu.Tak terasa hari semakin larut
mata kakek yang tajam itupun mulai menciut karena terlalu lelah bekerja,akan
tetapi sebelum tidur kakek selalu menyempatkan berwudlu terlebi dahulu.Walaupun
usia kakek mencapai 80 tahun tapi kakek masih dapat mengingat dan hafal
surat-surat pendek dalam Al-quran atau bahkan kalau disuruh untuk membaca
Al-quranpun ia masih bisa fasih dan lancar walaupun pengelihatannya sedikit
mengabur.Hal itu sangat wajar karena kakek dulu dibesarkan di kalangan
santri.stelah berwdlu badan yang tidak lagi mudah itu mulai merebahkan badannya
secara perlahan ke atas tikar.Sesekali ia menelaah ke atas dan melihat atap
yang berlubang itu sehingga cahaya bulan sedikit masuk untuk mencoba menerangi
gubug tuanya itu.Memang benar apa kata pepatah “bimi adalah alas yang paling
nyaman dan langit adalah atap yang paling aman”.angin malam yang dingin mencoba
menerobos lewat sela bilik bambu dan mencoba menusuk tulang kakek bedjo.Badanya
yang tidak lagi kuat untuk menahan rasa dingin langsung menyelimutkan sarung
yang ada di sampingnya untuk sekedar menghangatkan badanya.
Setelah sholat malam,kakek mulai bergegas bersiap
untuk mengikuti pengajian rutin yang diadakan di masjid Al mubaroq.Kakek
sengaja bangun lebih pagi karena jarak gubug dengan masjid cukup jauh,tapi
sebelum berangkat kakek menyempatkan memberi makan ayam-ayamnya.Dengan memakai
baju kokoh hitam dan sarung putih dengan garis–garis hitam serta tidak lupa
memakai peci warna hitam yang agak memudar menjadi warna hitam agak kemerahan
itu berjalan menuju masjid.Pada saat perjalanan menuju masjid ia tiba-tiba
dikejutkan dengan dengan suara yang seperti memanggil-manggil namanya waktu
jaman bergerilya dulu yaitu “Jendral Pilik”,kakekpu sepertinya tidak asing
dengan suara yang didengarnya berkali-kali itu.Kakekpun dikejutkan ketika
menoleh kebelakang,dia melihat sosok tinggi besar dengan memakai baju koko
coklat dengan sarung hitam polos dengan memakai peci coklat milik pejuang ditambah
dengan hiasan bendera merah putih yang menempel pada sisi kiri.Benar saja
dugaan kakek bedjo tentang suara yang memanggilnya tadi dengan sebutan jendral
pilik karena hanya sebagian orang saja yang memanggilnya dengan sebutan itu
slah satunya ialah Sudharmono yang dikiranya sudah mati di tembak prajurit
belanda pada waktu bergrilya dulu.Setelah sekian lama tidak berjumpa dengan
kawan lama kakek akhirnya mereka berdua berjabatan untuk melepas rasa kangennya
atas kawan lama.mereka kemudian mengikuti pengajian rutin itu bersam-sama
setelah pengajian itu berakhir mereka berdua bercerita banyak tentang hidup
mereka masing-masing.Sudharmono sekarang tinggal di rumah yang diberikan
pemerintah atas jasanya sebagai veteran perang dengan ditambah santunan sebesar
tiga ratus rupiah tiap bulannya,uang itu ssekedar cukup untuk memcukupi
kebutuhan hidupnya yang sendiri sama seperti kakek bedjo.Akan tetapi itu lebih
baik dari pada nasib seorang jendral pilik yang hidup dengan
kesederhanaan.Sudharmono mengajak jendral pilik untuk tinggal bersamanya di
rumah yang dikasih pemerintah akan tetapi jendral pilik tetap pada apa yang di
punya saat ini,walupun kalau dia mau mau ikut dengan sudharmono hidupnya akan
terjamin tanpa perlu bekerja dengan keras untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya.seorang kakek bedjo atau jendral pilik lebih suka hidup dengan
kesederhanaan yang telah ada dan tidak ingin merepotkan orang lain apalagi
merepotkan negara ini,karena kakek bedjo tahu tanpa dia repotkan negara ini
sudah repot dengan sendirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar